JAKARTA|Duta.co – Presiden Joko Widodo senang mendapat dukungan penuh dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dalam pidato peringatan HUT PDIP ke-44, Megawati mengatakan,  PDIP dan kadernya siap pasang badan untuk mengadang pihak-pihak yang mengganggu pemerintah.

“Tadi disampaikan, beliau akan turun (mendukung) bila ada yang ingin ganggu presiden. Karena presiden yang sekarang terpilih secara konstitusional,” ujar Presiden Jokowi sambil tersenyum di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Selasa (10/1/2017).

Menurut Jokowi, negara demokrasi harus dijaga dengan Pancasila sebagaimana disampaikan Megawati dalam pidatonya. “Ya kan jelas bahwa Ibu Mega kan pejuang demokrasi. Artinya apa yang tidak demokratis dan mengganggu pasti beliau lawan. Itu prinsip,” katanya.

Dalam pidato politiknya, Megawati memang menegaskan akan menjaga pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla agar tidak diganggu pihak-pihak yang ingin membuat negara gaduh. “Jadi kalau ada yang mau macam-macam, Bapak Presiden dan Wapres panggil saja kita kalau ada yang mau macam-macam,” kata Megawati.

 

‘Keseleo Lidah’

Namun, pidato politiknya Megawati diwarnai ‘keseleo lidah’. Megawati memulai pidatonya dengan menyapa undangan yang hadir. Di antaranya Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, salah saat menyebut nama Ketua MPR Zulkifli Hasan dengan Zulkifli Lubis.

Mega kemudian menyapa tamu-tamu penting lainnya, yaitu Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua DPR Setya Novanto yang tidak hadir dan diwakili Sekretaris Partai Golkar Idrus Marham, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PPP M Romahurmuziy, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta yang menggantikan Wiranto, Ketua Umum PKPI sekaligus sahabatnya, AM Hendropriyono, dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj.

‘Keseleo lidah’ berikutnya terjadi saat Mega salah menyebut peristiwa penting di penghujung 2015. Dikatakan, peristiwa itu  sampai menggugah pertanyaan filosofisnya. Mega lantas menilai peristiwa itu harus dimaknai sebagai cambuk yang mengingatkan pentingnya Pancasila sebagai pendeteksi sekaligus tameng proteksi terhadap tendensi hidupnya ideologi tertutup, yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Yang dimaksud Mega di atas sebenarnya adalah peristiwa di penghujung 2016 (bukan 2015-red), yaitu saat jutaan umat Islam bergerak ke Jakarta untuk menggelar aksi damai pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.

Jutaan massa itu menuntut agar Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama yang kemudian menjadi tersangka dan kini terdakwa agar diproses hukum akibat dugaan penistaan terhadap Alquran. Setelah aksi itu, lalu muncul aksi-aksi lainnya yang menyuarakan kebhinekaan, NKRI, dan Pancasila. ful

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry