KRITIS: Kondisi atap ruang kelas MI Bahrul Ulum yang yang hampir ambrol namun tetap digunakan sebagai kegiatan belajar. ( duta.co/arif)

MOJOKERTO | duta.co – Fasilitas pendidikan di wilayah Kabupaten Mojokerto masih miris. Seperti yang terlihat di gedung Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bahrul Ulum di Dusun/Desa Purworejo, Pungging, Mojokerto. Selama dua tahun siswa terpaksa belajar di dalam ruang kelas yang atapnya kritis.
Kondisi tersebut membuat anak-anak tak bisa belajar dengan nyaman bahkan terus dihantui perasaan takut tertimpa atap dan plafon yang rapuh.
“Tiap hari saya takut atapnya ambruk,” kata Muhammad Ulinnuha (10), siswa kelas IV MI Bahrul Ulum, Kamis (4/1/2018).
Saat ini pihak sekolah mensiasati dengan memasang kayu penopang disejumlah titik. Namun, kekhawatiran tetap muncul ketika hujan turun saat jam belajar mengajar. “Kami ingin ruang kelas segera diperbaiki supaya nyaman. Karena ini sudah dua tahun,” kata Muhmmad Jefri (10), yang juga siswa kelas IV di madrasah yang dinaungi Yayasan Abdul Kholiq ini.
Tak hanya ruangan kelas IV, atap perpustakaan dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) MI Bahrul Ulum juga dalam kondisi kritis. Hampir separuh plafon perpustakaan sudah ambrol. Rak-rak yang penuh dengan buku nampak kotor oleh debu nampak kalau ruangan ini jarang dijamah manusia. Sementara plafon UKS sudah runtuh total menyisakan kayu-kayu yang bergelantungan.
“Kerusakan terjadi sudah dua tahun, penyangga bambu sudah ganti tiga kali. Anak-anak selama ini terpaksa belajar di bawah bangunan yang rusak,” ungkap Kepala MI Bahrul Ulum Fathur Rohman.
Selain dimakan rayap, lanjut Fathur, kritisnya atap ruang kelas di sekolahnya akibat dimakan usia. Betapa tidak, menurut dia sejak dibangun tahun 1990 silam, gedung sekolah ini belum sekalipun tersentuh perbaikan.
Terdapat 6 ruang kelas, perpustakaan, ruangan Kepala Sekolah dan guru, musala, aula dan UKS di sekolah swasta ini. Seluruhnya berumur sekitar 27 tahun.
Hanya ruang kelas I dan II yang atapnya nampak kokoh. Atap kedua ruangan itu lebih dulu ambruk pada Oktober 2017. Perbaikan dilakukan secara swadaya dengan mengumpulkan iuran dari para orang tua siswa dan berhutang di toko bangunan. Sementara atap ruangan lain dalam kondisi kritis.
“Kerusakan semua pada plafon dan atap. Kalau dilihat dari luar, nampak atap sudah bergelombang, tanda kalau kerangkanya sudah rapuh,” ujarnya.
Fathur mengaku tak tega melihat anak didiknya harus belajar di bawah bangunan yang kritis. Tak hanya rasa takut yang terus menghantui anak-anak, para orang tua siswa juga kerap protes atas kondisi ini. Namun, menurut dia tak ada pilihan tempat lain untuk menampung peserta didiknya.
“Karena keterbatasan ruangan kami memberanikan diri (membiarkan anak-anak belajar di dalam ruang kelas yang rusak), tapi kami tetap waspada. Seminggu atau dua minggu ke depan kegiatan belajar mengajar anak kelas IV akan kami pindahkan ke musala kampung,” terangnya.
Kondisi ini tak membuat Fathur berpangku tangan. Sejak tahun 2015 hingga 2017, setidaknya sudah 3 kali proposal bantuan renovasi dia ajukan ke Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto. Bahkan menurut dia, pengawas sekolah di tingkat kecamatan juga beberapa kali datang meninjau. Namun, perbaikan tak kunjung dilakukan.
“Selain itu kami juga pernah mengajukan proposal ke desa, katanya tak ada alokasi untuk madrasah. Pernah juga mengajukan bantuan ke pabrik pakan ternak untuk CSR, tapi katanya ini tanggung jawab Kemenag,” jelasnya.
MI Bahrul Ulum, tambah Fathur, saat ini mempunyai 186 siswa. Jumlah siswa di masing-masing kelas tak merata. Seperti kelas IV hanya berisi 24 siswa, sedangkan kelas III dan V ditempati 41 siswa.
Kendati kondisi bangunan sekolah kurang layak, setiap anak bisa mengenyam pendidikan gratis lantaran tak ada iuran bulanan. Seragam gratis juga diberikan bagi peserta didik baru.
“Harapan kami segera ada bantuan dari pemerintah maupun swasta sehingga anak-anak kami bisa belajar dengan nyaman,” tandasnya. (ari)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry