Tampak Nadirsyah Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir (dua dari kanan)), dalam acara Ngobrol Bareng Merawat Keindonesiaan dengan tema Tolak Radikalisme, Lawan Terorisme, di Jakarta. (FT/NUONLINE)

JAKARTA | duta.co – Sekarang ini banyak orang (Islam) gagal paham, suka menyalahkan orang lain. Orang-orang yang seperti ini menjadi tantangan terhadap pemahaman keislaman Indonesia yang terkenal toleran dan saling menghargai antarumat beragama.

Demikian disampaikan Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Australia Nadirsyah Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), saat menjadi narasumber dalam acara Ngobrol Bareng Merawat Keindonesiaan dengan tema Tolak Radikalisme, Lawan Terorisme, di Jakarta, Ahad (23/7).

Menurut Gus Nadir, sekarang ini banyak sekali orang Indonesia yang memiliki semangat keislaman tinggi. Ia menyontohkan, di media sosial ada orang yang bertanya kepadanya tentang hukum mandi wajib dengan menggunakan air hangat.

“Saya jawab boleh. Kemudian ia bertanya lagi, apakah ada contoh hadits Nabi Muhammad,” cerita Gus Nadir.

Bahkan, tambahnya, ada orang yang mempermasalahkan sebutan ‘Gusti Allah’ untuk memanggil Allah swt. Menurut orang tersebut, di Alquran dan hadits tidak ada panggilan seperti itu untuk menyebut Allah swt.

“Nabi Muhammad tidak pernah ngomong ‘Gusti Allah’. Di Alquran dan hadits itu tidak ada ‘Gusti Allah’. Jadi, yang memanggil ‘Gusti Allah’ itu haram, melanggar syariah,” terangnya.

Menurut Dosen Hukum Universitas Monash Australia itu, gambaran tersebut adalah hasil dari pembibitan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang memiliki semangat tinggi untuk kembali Alquran dan hadits semata.

“Apa yang kita lihat adalah hasil dari yang ditanam dua puluh tahun terakhir. Ini adalah panen,” ungkapnya.

Padahal, jelasnya, untuk memahami apa yang ada di dalam Alquran dan hadits tidaklah cukup hanya dari terjemahan saja. Mereka juga harus belajar tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya seperti fikih, ushul fikih, balaghah, tafsir, dan lainnya.

Gus Nadir juga menyinggung semakin kuatnya kelompok radikal di Indonesia.  Untuk menghadapi semua itu, ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah.  Pertama, pemerintah harus menjamin kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Tidak cukup kita hanya mengatakan kita menjamin HAM dan kebebasan berpendapat. Di (negara) Barat sekalipun, kebebasan itu ada batasnya. Kalau sudah menyentuh pilar bangsa, maka pemerintah harus melakukan langkah kedua, yaitu memproteksi pilar bangsa,” jelasnya.

Terbitnya Perppu tentang Ormas adalah upaya pemerintah untuk melindungi pilar Bangsa Indonesia. Perppu Ormas ini masih menjamin kebebasan berpendapat karena masih ada proses pengadilan.

Ia menjelaskan, saat ini orang bebas untuk mengkritik presiden. Tetapi kalau orang itu mengancam pilar bangsa, maka pemerintah harus menindak tegas.

“Buat saya pengadilan itu mau di belakang (dibubarkan dulu baru pengadilan) atau di depan (pengadilan dulu baru dibubarkan) selama mekanisme itu ada untuk menguji, kita berarti masih demokrasi,” terangnya. (hud,nuo)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry