KH Mas Mansur telah berkelana ke berbagai daerah, dari pesantren ke pesantren, sampai puncaknya berguru di Perguruan tinggi Al-Azhar Kairo. Gagasannya sampai sekarang masih menggetarkan jagat negeri ini. FT/Biografiteladan)

SURABAYA | duta.co – Tidak banyak yang tahu tentang kiprah Kiai Mas Mansur dalam perjuangannya menegakkan nasionalisme dan gagasan-gagasan penting dalam dunia islam. Bahkan karya tulis Mas Mansur tidak banyak dikenal oleh kalangan generasi muda saat ini, terutama anak muda Muhammadiyah.

Mas Mansur banyak menulis gagasan yang dimuat di media cetak. Dia juga sempat menulis buku antara lain Hadits Nabawiyah: Syarat Sahnya Nikah, Risalah Tauhid dan Syirik dan lainnya. Kiai Mas Mansur yang dianugrahi gelar pahlawan pada 1964 menjadi bukti sahih tentang peran yang tidak ringan dalam pergulatan kebangsaan merebut kemerdekaan.

Pembahasan tentang tokoh Muhammadiyah ini mengemuka dalam seminar nasional dan launching Pusat Studi KH Mas Mansur (Pusmas) dengan tema ‘Membumikan Pemikiran dan Karya Peradaban KH Mas Mansur untuk Kemajuan Kemanusiaan dan Kebudayaan Islam Indonesia’ di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Selasa (21/3/2017).

Prof Dr Munir Mulkhan yang menjadi pembicara dalam forum yang dihadiri kader Muhammadiyah dan mahasiswa itu, menyampaikan, Mas Mansur merupakan ahli syarih lulusan al Azhar Kairo Mesir. Gagasannya sering dianggap liberal. Salah satu contohnya adalah bunga bank haram, tetapi demi mengkapitalisasi modal umat bunga bank menjadi halal.

“Jadi gagasan ini kalau sekarang dianggap liberal, ketika darurat tidak ada hukum, kalau diperlukan boleh,” ujarnya.

Menurut Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ini, Kiai Mas Mansyur memiliki peran vital dalam pendirian poli klinik. Dr Soetomo sangat senang dan memiliki kedekatan emosi dengan Kiai Mas Mansur. Ketertarikan itu tidak lepas dari gagasan besar yang disampaikan oleh Kiai Mas Mansur.

Gagasan Mas Mansur lebih menitikberatkan kepada aspek kemanusiaan. Ide pemikiran welas asih ini menjadi paradigma paten dari Muhammadiyah hingga saat ini. Gagasan welas asih ini kemudian dikonkritkan menjadi poli klinik dan rumah sakit. Maka tak heran, saat ini banyak Rumah Sakit Muhammadiyah berdiri.

Muhammadiyah dianggap pelopor sekolah modern. Saat ini banyak sekolah-sekolah yang ingin disahkan sebagai sekolah modern meskipun tidak memenuhi syarat. Padahal dulu masyarakat banyak yang menolak berdirinya lembaga modern. “Jadi sekarang banyak yang kebelet ikut Muhammadiyah,” akunya.

Peneliti senior Muhammadiyah ini menilai ada perubahan besar dalam konsep tarjih yang menjadi gagasan Kiai Mas Mansur. Awalnya tarjih dijadikan paradigma berbasis kemanusian karena digunakan dalam menyelesaikan persilihan, namun dalam perkembangannya justru lebih beralih kepada konsep fikih.

Prof Sudarnoto Abdul Hakim tidak meragukan lagi nasionalisme Kiai Mas Mansur. Perannya dalam memerdekakan republik ini banyak ditulis dalam buku sejarah. Kehadiran Islam pada awal kemerdekaan menjadi bagian penting dari pembangunan negara. Islam memang tidak bertanah air, tetapi pemeluk Islam memerlukan tanah air.

“Islam tidak bersuku dan tidak ber-ras, tetapi pemeluk Islam berasal dari suku dan ras yang berbeda, ini kemudian menjadi perhatian tokoh-tokoh besar Islam Indonesia,” ujarnya.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, mengungkapkan, Islam menjadi elemen yang memperkaya pandangan nasionalisme. Indonesia dibangum dengam spirit tanah air, dan dedikasi  terhadap keperluan masyarakat. Namun, belakangan banyak yang skeptis terhadap kepemimpinan di republik.

Ketua Pusat Studi KH Mas Mansur Unmuh Surabaya Sholikhul Huda menjelaskan, ide pendirian pusat studi ini didorong fenomena tergerusnya nilai-nilai moral, dan konflik horizontal. Kekerasan, saling fitnah, dan beragam perbuatan lain yang merugikan orang lain tidak pernah habis. Padahal, mereka ini sama-sama hidup dan menghirup udara dari tanah air Indonesia.

Dosen perbandingan agama Fakultas Agama Islam Unmuh Surabaya ini, berharap, dengan hadirnya pusat studi ini mampu menghadirkan kembali konsep keumatan dan bisa merajut kembali nasionalisme. Salah satu konsep yang akan ditawarkan adalah paradigma Kiai Mas Mansur.

“Salah satu konsepnya kan saling menghargai, toleran, dan menghormati, ini kita sampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Sebagai kerja intelektual, Pusmas tidak hanya menampilkan sejarah Islam dan Indonesia, tetapi juga bisa merespon fenomena kehidupan sosial politik, ekonomi, dan budaya dalam perspektif Islam. Kerja intelektual ini bisa terimplementasi dalam buku, jurnal dan media yang mudah diakses oleh masyarakat. (azi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry