Suasana pertemuan Forum Komunikasi Kiai Kampung Jawa Timur (FK3JT) di di RM Sari Nusantara, Surabaya, Selasa (28/3/2017). (DUTA.CO/SUUD)

SURABAYA | duta.co – Ratusan kiai dan gus (anak kiai) dari berbagai daerah di Jatim yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kiai Kampung Jawa Timur (FK3JT) dalam waktu dekat akan meminta ijin ke Presiden RI, Joko Widodo agar berkenan memberikan restu kepada Mensos RI, Khofifah Indar Parawansa untuk maju sebagai Bacagub pada Pilgub Jatim 2018.

“Kiai-kiai kampung memandang saat ini ada dua kader NU terbaik dan mumpuni yang mengemuka menjadi Bacagub pada Pilgub Jatim mendatang, yaitu Hj Khofifah Indar Parawansa dan H Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Makanya kami akan minta ijin Presiden Jokowi supaya merestui Bulek Khofifah karena saat ini dia masih menjabat Mensos,” ujar Ketua FK3JT, Gus Fahrur Rozie saat dikonfirmasi duta.co di RM Sari Nusantara, Surabaya, Selasa (28/3/2017) .

Pertimbangan lainnya, kata Gus Fahrur, mayoritas penduduk Jatim adalah penganut paham Islam ala Ahlussunnah Waljamaah (NU), sehingga FK3JT juga ingin memberikan lebih banyak alternatif (pilihan) Bacagub dari kader NU.

“Harapannya, supaya yang menjadi Gubernur Jatim mendatang berasal dari kader NU baik yang ada di struktural maupun kultural serta mampu membawa masyarakat Jatim lebih sejahtera dan makmur,” jelasnya.

Kiai asal Bangil Pasuruan itu mengakui peluang maju dan menang Khofifah di Pilgub Jatim 2018 lebih besar dibanding Gus Ipul. Alasannya, Ketum PP Muslimat NU itu saat ini berada dalam pusaran kekuasaan pemerintah karena menjabat Mensos RI, sehingga partai-partai pendukung pemerintahan Jokowi berpeluang besar akan ikut mengusung dan mendukung.

“Saya dengar Partai Golkar, NasDem bahkan Partai Demokrat juga sudah menawari dan siap memberikan kendaraan politik bagi Bu Khofifah untuk maju di Pilgub Jatim,” ungkap kiai murah senyum ini.

Sebaliknya, Gus Ipul yang juga menjadi salah satu ketua PBNU dikenal masyarakat Jatim karena sosoknya sangat familier dan mudah bergaul dengan kalangan apa saja. “Sayangya, dia belum memiliki partai yang siap mengusung jika maju di Pilgub Jatim. Kabarnya, Man Ipul sangat berharap pada PDIP sebagai partai pengusung,” jelas Gus Fahrur yang lebih suka memanggil Gus Ipul sebagai paman.

Yang menarik, FK3JT juga menyarankan kepada Khofifah dan Gus Ipul, maupun kepada partai-partai yang akan menjadi pengusung kedua kader terbaik NU itu, supaya menggandeng tokoh birokrat sebagai pasangannya. Tujuannya, supaya ada keseimbangan dalam memimpin masyarakat Jatim ke depan, mengingat kedua Bacagub NU itu bukan berlatar belakang birokrat murni.

“Memimpin pemerintahan daerah (provinsi) itu tidak gampang, bahkan semakin sulit karena aturan dan tata kelola birokrasi sering berubah-ubah, sehingga sangat diperlukan pasangan yang paham akan aturan pemerintahan yakni dari birokrat di lingkungan Pemprov Jatim,” dalih Gus Fahrur yang lebih suka memanggil Hj Khofifah dengan panggilan Bulek ini.

Kendati Bacawagubnya dari birokrat, namun kiai-kiai kampung tetap menginginkan birokrat yang menjadi pasangan Bacagub NU itu juga memiliki latar belakang atau bernasab orang pesantren atau nahdliyin.  Berdasarkan hasil pantuan FK3JT, kata Gus Fahrur setidaknya ada lima orang birokrat Jatim yang layak mendampingi Bulek Khofifah atau Man Ipul.

Di antaranya, Wahid Wahyudi (Kadishub dan LLAJ Jatim), Nurwiyatno (Kepala Inspektorat Jatim), RB Fatah Jasin (Asisten II Setdaprov Jatim), Heru Tjahyono (Kadis Kelautan dan Perikanan) dan Hadi Prasetyo (Mantan Asisten II Setdaprov Jatim yang baru saja purnatugas).

“Wahid Wahyudi menempati peringkat pertama karena prestasinya cukup banyak selama memimpin Dishub Jatim dan dikenal sebagai pejabat yang visioner. Pertimbangan lainnya, dia miliki hubungan keluarga dengan Almarhum KH Abdullah Faqih (Ponpes Langitan) dan misanan KH Ghofur (Ponpes Sunan Drajat),” imbuhnya.

Selain Gus Fahrur, turut pula hadir sejumlah kiai dan gus di antaranya, Gus Lukman (Ponpes Termas Pacitan), KH Mukhdor (Ponpes Sidogiri Pasuruan), Habib Al Jufri (Bojonegoro), Gus Abid Umar (Ponpes Ploso Kediri sekaligus Dansatkorwil Banser Jatim) dan masih banyak lagi.

Entah kebetulan atau disengaja, kemunculan FK3JT yang mendorong Khofifah Indar Parawansa dan Saifullah Yusuf maju di Pilgub Jatim dan berkompetisi secara fair, itu hampir bersamaan dengan mantan Presiden RI ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketum DPP Partai Demokrat akan datang ke kantor negara Grahadi Surabaya dalam rangka menghadiri undangan sekaligus menerima penghargaan Anugerah Prapanca Agung dari PWI Jatim dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT PWI Jatim ke 71.

Sebelumnya, Gubernur Jatim yang juga ketua DPD Partai Demokrat Jatim, Soekarwo menyatakan siap memunculkan Calon Gubernur (Cagub) pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim tahun 2018 walaupun tak harus satu partai. Pasalnya, di Jatim itu hanya ada satu faksi yaitu faksi Jawa Timur.

“Saya sepakat dengan konsep faksi Jawa Timur, sehingga tak harus satu partai yang mencalonkan. Yang penting itu visi dan misi calon tentang Jatim ke depan bagaimana atau mau dibawa ke mana, sehingga frekuensinya bisa sama. Sebab ngurus negoro itu tak bisa harus satu partai atau dhulur dewe,” ujar Pakde Karwo sapaan akrab Soekarwo saat ditemui di Gedung DPRD Jatim beberapa pekan lalu.

Menurut Pakde Karwo, calon yang akan didukung Partai Demokrat itu menunggu keputusan DPP pada September 2017. Namun pihaknya sudah menyetorkan 4 nama Bacagub yang sudah ramai dibicarakan publik ke DPP karena diminta. “Saat ini masih dilakukan survey terhadap nama-nama itu, hasilnya Insya Allah pada pertengahan atau akhir Maret ini,” terangnya.

Selain nama Bacagub yang sudah populer, seperti Gus Ipul, Khofifah Indar Parawansa, Abdul Halim Iskandar dan Tri Rismaharini, lanjut Pakde Karwo pihaknya juga memasukkan dua nama dari kader internal dan dua nama birokrat dari Pemprov Jatim.

“Ngak usah disebut namanya, khawatir gede ndase (besar kepala). Yang birokrat itu masih belum pensiun dan mantan kepala daerah,” dalihnya. Sayangnya, orang nomor satu di lingkungan Pemprov Jatim itu enggan mengatakan mereka itu disiapkan sebagai Cagub atau Cawagub.

Ditegaskan, pertimbangan utama perlunya mendukung faksi Jatim yakni adanya sustainable and change  (perubahan berkelanjutan) di Jatim. Artinya, kita perlu mempertahankan sesuatu yang sudah baik dan mengambil sesuatu yang baru dan baik untuk diterapkan. “Ini seperti kaidah ushul fiqh yang terkenal di kalangan warga NU,” kelakar mantan Sekdapov Jatim ini.

Ia juga berharap kultur yang baik (sustainable and change) seperti itu perlu dijaga di Jatim. Bahkan Pakde menyontohkan di Singapura mantan Presiden Lee Kwan Yu dijadikan sebagai penasehat presiden penggantinya. Sebaliknya di Philiphina, presiden yang lama dipenjara oleh presiden yang baru. Begitu juga di Malaysia, presiden yang lama memusuhi presiden yang baru. “Mari kita bangun Jatim dengan kultur yang baik,” harapnya.

Di sisi lain, pihaknya juga tidak menginginkan para teknokratif terpecah belah saat Pilgub digelar.  Alasannya, teknokrat itu harus bisa jadi agen terhadap politik, bukan malah lari ke sana ke mari ke parpol untuk minta dukungan.  “Tak ada gunanya teknokratif (birokrat)  ikut berpolitik, sebab yang utama itu bagaimana bisa membangun profesionalitas yakni menguasai perencanaan hingga reportnya,” pungkas Soekarwo. (ud)