
SURABAYA | duta.co – Perang opini soal figur pemimpin Jawa Timur yang membawa atribut kultur wilayah dinilai sudah tidak relevan di Pilgub Jatim 2018. Sebab dengan semakin canggihnya media informasi, dinilai efektif menembus batas ruang dan kultur, sehingga yang ada adalah figur yang mewakili Jawa Timur, bukan figur Mataraman, Arek, ataupun Tapal Kuda.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga, Prof Suko Widodo, mengatakan, sekarang tidak ada lagi yang namanya batas kultural maupun batas wilayah, sehingga yang paling dominan adalah peran media komunikasi informasi.
“Sekarang tidak ada lagi yang namanya wilayah Mataraman kulturnya seperti ini, terus wilayah Tapal Kuda gini, soal Pilgub semuanya ada di media komunikasi informasi, selesai,” ungkap Suko Widodo, Jumat (27/10) kemarin.
Ia mengaku kerap berdebat dengan komunitasnya terkait adanya survei Pilgub Jatim yang masih memecah wilayah Jatim menjadi basis Mataraman yang merah dan basis Pantura yang hijau. “Memecah wilayah Jatim dalam riset itu tidak ada pasalnya, itu namanya falasi riset atau riset yang sesat,” tegas pria murah senyum ini.
Diakui Suko, zaman dulu jauh berbeda dengan era sekarang. Kalau dulu masih ada kotak-kotak wilayah dan kultur. Namun, sekarang di era millenial sudah tidak ada. “Yang penting sekarang adalah bagaimana calon mampu memanfaatkan media sosial era millenial,” terangnya.
Justeru menurut Suko, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi era millenial mampu menjadi salah satu pendorong bagi calon untuk memenangkan konstestasi Pilgub Jatim 2018 mendatang.
Sebagaimana diketahui bersama, Cagub Khofifah Indar Parawansah, sebelumnya menegaskan akan mencari figur pasangan yang berlatar belakang nasionalis santri dari wilayah Mataraman. Wilayah tersebut dipilih karena pasangan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Abdullah Azwar Anas dinilai hanya representasi Tapal Kuda karena memiliki latar belakang santri religius. (ud)





































