CABAI RAWIT: Cabai rawit masih menjadi pilihan utama meski banyak jenis cabai yang dijual dipasa tradisional ataupun modern. (duta.co/dok)
CABAI RAWIT: Cabai rawit masih menjadi pilihan utama meski banyak jenis cabai yang dijual dipasa tradisional ataupun modern. (duta.co/dok)

SURABAYA|duta.co – Pihak yang paling diuntungkan atas lonjakan harga cabai rawit adalah para tengkulak karena disparitas harga cabai di tingkat petani dan pasar mencapai 35 hingga 40 persen.

“Ada selisih harga yang cukup signifikan harga cabai di tingkat petani dengan di pasaran, sehingga yang diuntungkan mahalnya harga cabai adalah para tengkulak yang meraup keuntungan besar,” ujarnya Sriati, salah satu pengepul cabai dari para petani di Kabupaten Jember, Jatim.

Sementara Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jawa Timur Edi Suryanto mengatakan banyak lahan petani cabai yang gagal panen akibat musim hujan sepanjang tahun 2016, sehingga tidak sedikit petani yang merugi.

“Dari luas lahan 2.500 hektare yang ditanami cabai merah besar di Jember, namun yang bisa dipanen hanya sekitar 20 persen saja karena sebanyak 80 persen terserang penyakit hingga gagal panen,” tuturnya.

Dia mencontohkan di Kediri saat ini terhadap areal pertanaman cabai seluas 5.000 hektare begitu juga di Banyuwangi sekitar 4500 ha. Sebenarnya kalau untuk konsumsi di Jatim saja, produksi cabai rawit surplus dan tidak akan mengalami fluktuasi harga yang sangat besar.

Menurut dia, seharusnya masyarakat tidak perlu terlalu bergantung pada cabai rawit yang saat ini harganya melambung tinggi, karena masih ada cabai merah besar dan cabai keriting yang harganya lebih murah. (imm)

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry