CABUT BAP: Mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani mencabut keterangannya dalam BAP terkait kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3) lalu. (ist)

JAKARTA | duta.co – Diduga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas nama politikus Partai Hanura Miryam S Haryani bocor ke publik. Di dokumen dalam bentuk cam scanner ini, muncul banyak fakta yang cukup menarik dan terungkap dari BAP setebal 27 halaman itu.

Miryam diperiksa empat kali sebagai saksi atas terdakwa Sugiharto pada 1 Desember, 7 Desember, dan 14 Desember 2016 serta, 24 Januari 2017 lalu. Miryam diperiksa oleh penyidik Novel dan MI Susanto yang berlangsung di KPK Jalan HR Rasuna Said Kav C-1 Jakarta.

Pemeriksaan atas Miryam terhitung krusial karena anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura itu diduga berperan sebagai perantara dan yang berperan membagi-bagikan uang suap proyek e-KTP berasal dari terdakwa kasus korupsi e-KTP Sugiharto kepada Komisi II DPR RI.

Dalam BAP halaman lainnya, Miryam juga mengaku kenal dengan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri RI (Kemendagri). Miryam juga kenal dengan terdakwa lain kasus ini, Irman, selaku Plt Dirjen Dukcapil Kemendagri. Miryam mengaku jika pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Irman di Kantor DPR RI dalam rangka pembahasan anggaran Dukcapil.

“Saya juga pernah datang ke Kantor Dukcapil dan di ruangan kerja yang bersangkutan dalam rangka pengecekan proyek e-KTP di Kalibata,” ungkap Miryam yang dikutip pada halaman 2 BAP tersebut.

Namun, Miryam mengaku tidak mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong. Hanya saja dia pernah mendengar dalam pembicaraan rapat badan anggaran dan rapat komisi bahwa Andi adalah orang dekat Setyo Novanto dan biasa mengerjakan proyek pemerintahan. “Andi merupakan orang dekat Setyo Novanto sudah bukan rahasia umum,” ungkapnya.

Miryam mengaku mendapat perintah dari Pimpinan Komisi II untuk membantu mengkoordinasi pemberian uang dari Dukcapil.

“Jika ada (pemberian) dari Dukcapil saya diminta menerima dan membagikan sesuai kesepakatan dan saya hanya diminta untuk memasukkan dalam masing-masing amplop dan membagikan kepada seluruh anggota Komisi II DPR RI,” tandasnya.

Miryam menerima uang dua kali pada medio 2011 dari Sugiharto. Modusnya, uang dalam pecahan USD 100 yang diikat karet dan dimasukkan amlop itu dititipkan oleh Sugiharto langsung ke rumah Miryam di Komplek Tanjung Barat Indah Jalan Teratai Raya Blok G 11/12 Jakarta Selatan.

Miryam mengakui menerima dua kali pengiriman dari Sugiharto. Kiriman pertama sebanyak USD100.000 dan kiriman kedua USD 200.000. “Di amplop itu ada tulisan ‘komisi II’,” katanya.

Sesuai perintah Chairuman Harapan selaku Ketua Komisi II saat itu, Miryam membagi-bagi uang itu dalam amplop terpisah. Pada kiriman pertama dari Sugiharto sebanyak USD 100.000, Miryam membagi untuk seluruh anggota Komisi II masing-masing USD 1.500, masing-masing kapoksi USD 1.500, dan untuk empat pimpinan Komisi II masing-masing 3000.

 

Ganjar Tolak Amplop

Seluruh amplop berisi uang dollar kemudian diberikan kepada nama-nama yang terdata dalam daftarnya. Menariknya, khusus pemberian kepada pimpinan Komisi II, Miryam menambahkan keterangannya pada bagian Ganjar.

Menurut Miryam, para pimpinan Komisi II seluruhnya menerima uang USD 3.000 terkecuali satu orang, Ganjar Pranowo. Sedangkan lainnya, yakni Burhanuddin Napitupulu (Fraksi Golkar), Taufik Efendi (Fraksi Demokrat), dan Teguh Juwarno (Fraksi PAN) tidak ada kalimat menolak atau mengembalikan.

“Saya berikan Rp 100 juta kepada saudara Ganjar Pranowo dari Fraksi PDIP namun dikembalikan lagi kepada saya, saya serahkan kembali kepada sdr Yasona Laoli selaku Kapoksi,” terang Miryam.

 

Kemudian, Miryam juga membagikan uang dari Sugiharto sebesar USD 200.000. Uang itu dibagikan dengan rincian: untuk setiap anggota Komisi II masing-masing USD 2.500, setiap kapoksi USD 2.500, dan setiap pimpinan komisi II USD 3.000.

Lagi-lagi pada pemberian kedua ini, dari empat pimpinan Komisi II, hanya Ganjar Pranowo yang dinyatakan menolak. Persis pada pemberian pertama, Ganjar menolak uang pemberian Miryam kemudian uang itu diserahkan oleh Miryam kepada Yasona Laoli yang saat ini menjabat Menkum HAM.

Data nominal uang tersebut berasal dari pernyataan Miryam pada pemeriksaan kedua, 7 Desember 2017. Pernyataan itu sekaligus mengoreksi pernyataannya pada pemeriksaan pertama. Pada pemeriksaan pertama, Miryam menyatakan bahwa uang yang dibagi pada anggota komisi II masing-masing USD 3.000 dan USD 5.000 sedangkan pimpinan komisi II masing-masing USD 10.000 dan USD 15.000.

Baik pada pemeriksaan pertama dan kedua, Miryam menyatakan bahwa Ganjar satu-satunya yang menolak pemberian uang. Sedangkan pemeriksaan ketiga dan keempat penyidik tidak membahas soal nominal dan bagi-bagi uang.

Dalam persidangan kasus e-KTP, Miryam berulang kali mengaku tertekan dengan proses penyidikan yang dilakukan. Dia mengaku menjawab asal asalan dalam BAP tersebut. Dia juga mencabut seluruh isi BAP miliknya. “Waktu diperiksa penyidik, saya dipaksa, saya diancam,” kata Miryam sambil terisak.

Namun saat hendak dikonfrontir dengan penyidik KPK dalam sidang, Miryam tak hadir dengan alasan sakit. Sidang pun terpaksa ditunda.

Miryam kembali akan dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi e-KTP, Kamis (30/3) besok. Para penyidik KPK pun mengaku siap dikonfrontir dengan politikus Hanura ini. ful, net