Gubernur Jawa Timur Dr H Soekarwo, menerima penghargaan Anugerah Pena Emas dari PWI Pusat di Jakarta, Kamis (1/2/2018). (DUTA.CO/MKT\Y)

JAKARTA | duta.co – Gubernur Jawa Timur Dr H Soekarwo, menerima penghargaan Anugerah Pena Emas dari PWI Pusat. Penghargaan itu diberikan  melalui rapat pleno yang melibatkan 15 panelis. Hebatnya, ini baru pertama kali terjadi, seluruh panelis memberikan nilai cumlaude.

Pakde harus menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis para panelis. Salah satunya disampaikan Marah Sakti Siregar, Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat.

Bang Marah, demikian ia akrab dipanggil, menyoal bagaimana cara Pakde mempertahankan budaya musyawarah mufakat yang, selama menjadi salah satu andalannya? Selain itu, bagaimana Pakde melihat pers kita di tengah liberalisasi ini?

“Demokrasi kita sudah liberal, mengandalkan voting, suara terbanyak. Bagaimana bisa mempertahankan musyawarah mufakat di zaman now,” demikian Marah Sakti.

Menjawab hal ini, Pakde mengisahkan bagaimana sulitnya kebijakan pupuk subsidi. Kebijakan ini awalnya justru direspon negatif oleh petani. “Akhirnya pupuk subsidi karena harganya murah, agar cepat untung malah dijual, bukan dipakai,” jawabnya.

Ini fakta bahwa kebijakan tanpa melibatkan petani, akan bermasalah. “Buktinya setelah dilakukan komunikasi, musyawarah dengan melibatkan petani, tidak hanya soal pupuk, tetapi juga produksi, hasilnya lebih bagus. Jadi saya yakin masyawarah mufakat menjadi media paling bagus untuk menyelesaikan masalah,” jelasnya.

Ketua Umum PWI Pusat Margiono, mengatakan, sidang pleno ini memang luar biasa. Bukan saja karena pleno yang lazimnya berjalan tertutup, kini berlangsung semi terbuka, tetapi terpilihnya Gubernur Jawa Timur ini melalui proses yang begitu cepat.

“Ini karena sosok Gubernur Jawa Timur ini memang luar biasa. Tidak berlebihan kalau dikatakan inilah penerima Anugerah Pena Emas yang paling istimewa,” jelas Margiono saat memimpin sidang Penganugerahan Pena Emas PWI di Hall Dewan Pers, Kamis (1/2/2018), didampingi Sekjen PWI Pusat Hendry CH Bangun dan seluruh panelis berikut wartawan senior dari PWI Pusat dan Jawa Timur.

“Luar biasa karena diterima (usulan itu) oleh pleno dalam waktu singkat, dua detik. Begitu disampaikan beberapa hal ketokohan tentang pers dan program mempertemukan kepentingan informasi ke masyarakat bersama pers, sosok Pakde Karwo langsung disetujui. Inilah yang saya sebut prosesnya sangat istimewa karena disetujui pleno dalam waktu sekian detik,” jelas Margiono.

Masih menurut Margiono, Pakde ini tokoh yang memiliki jasa kongkret dalam perkembangan pers nasional, khusus kepada organisasi dan anggota PWI.

Salah satu indikator, katanya, Pakde sangat luar biasa mendukung kemajuan PWI. Sekarang ini UKW terbanyak nasional dan jumlah kompetensi wartawan terbanyak wartawan adalah Jawa Timur,” tambah Margiono.

Pakde Karwo menyampaikan orasi bertema “Membangun Jawa Timur Bersama dengan Media Massa” dalam rangka penganugerahan tersebut.

“Ini adalah kehormatan luar biasa dan atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Timur kami sampaikan terima kasih,” ujarnya di sela orasi di hadapan penalis.

Dalam orasinya, Pakde Karwo bersyukur karena diberi kesempatan ruang dan waktu untuk menyampaikan beberapa poin pemikiran mengenai pembangunan daerah yang melibatkan secara aktif media massa atau pers dalam prosesnya.

Pada kesempatan tersebut ia menjelaskan, dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.

Kemudian, pada ayat (2) disebutkan pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. “Dari lima fungsi pers tersebut, saya memberi catatan pada dua fungsi pers, yakni sebagai media informasi dan kontrol sosial,” tukasnya.

Menurut dia, fungsi pers sebagai media informasi menunjukkan bahwa pers adalah sebagai sarana menyampaikan informasi secepatnya ke masyarakat luas.

Sedangkan, fungsi pers sebagai kontrol sosial atau media dianggap sebagai pilar demokrasi keempat setelah trias politika (legislatif, eksekutif dan yudicial), dengan esensi demokrasi adalah pembagian kekuasaan atau kekuasaan terbatas.

“Di pilar keempat inilah diperlukan tugas media untuk selaku memantau aktivitas pemerintahan, legislatif dan yudikatif. Media juga sebagai ‘watchdog’ (anjing penjaga) dalam proses pembangunan,” tegas Pakde Karwo.

Selain itu, pemerintah dalam hal ini menjadikan media sebagai mitra yang efektif dengan membagi peran sebagai pengkritik konstruktif berbagai kebijakan pemerintah dalam proses pembangunan. “Media di Jatim secara rutin kami ajak untuk ikut aktif dalam pembahasan perumusan kebijakan, baik secara formal maupun nonformal,” katanya.

Margiono juga mengungkapkan bahwa Pena Emas merupakan anugerah tertinggi kepada figur yang dinggap memiliki jasa konkret bagi perkembangan pers nasional, khususnya bagi PWI dan anggotanya sebagai organisasi profesi wartawan di Tanah Air.

Pakde Karwo, kata dia, juga memiliki komunikasi yang baik serta berinisiatif banyak hal dalam memperkaya rubrik di pers nasional, baik media televisi, radio maupun cetak.

“Dalam salah satu catatan kami dari apa yang telah dilakukan, beliau memberikan ruang konkret bagi pers untuk berkembang tak hanya menjalankan pers sesuai fungsinya, tapi juga mengangkat persoalan isu di daerah sebagai perhatian publik menjadi istimewa,” katanya.

Setelah catatan para panelis diserahkan, Margiono sebagai pimpinan sidang mengumumkan, bahwa, sebanyak 15 panelis memberikan nilai tertinggi yakni cumlaude atas orasi yang disampaikan Gubernur Jatim.

Pada kesempatan sama juga dilakukan penyematan jas PWI, pemasangan pena emas, pemberian piagam serta kartu kehormatan PWI secara simbolis kepada Gubernur Jatim.

Penganugerahan Pena Emas akan diberikan secara langsung kepada Pakde Karwo di hadapan Presiden RI Joko Widodo pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2018 di Padang, Sumatera Barat, pada 9 Februari mendatang. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry