PENUNDAAN : Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjelaskan bahwa penundaan spin off Bank Jatim Syariah (duta.co/dok)

SURABAYA – | duta.co -DPRD Jatim sepakat rencana spin off (pemisahan) PT Bank Jatim Syariah (Perseroda) ditunda pada tahun 2023 mendatang sesuai dengan batas waktu yang telah diamanatkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Konsekwensinya, Perda No.8 tahun 2013 tentang Penyertaan Modal juga harus direvisi. Mengingat, dalam Perda tersebut mengamanatkan penyertaan modal kepada Bank Jatim Syariah (Perseroda) sebesar Rp.525 miliar dialokasikan melalui APBD Jatim 2019 sebesar Rp.200 miiar dan P-APBD Jatim 2019 sebesar Rp.325 miliar.

“Karena kita tidak tidak mampu mewujudkan dalam waktu yang relatif cepat dan tidak mau melanggar undang-undang, ya memang sebaiknya ditunda dulu sampai batas waktu yang telah diberikan yakni tahun 2023,” ujar Kusnadi wakil ketua DPRD Jatim saat dikonfirmasi Jumat (16/8/2019).

Menurut politisi asal PDI Perjuangan, anggaran Rp.200 miliar yang sudah dialokasikan melalui APBD Jatim 2019 belum terpakai sehingga nantinya akan menjadi Silpa pada P-APBD Jatim 2019.

“Uang itu nantinya bisa dialokasikan untuk mendukug program Nawa Bahkti Satya pada P-APBD Jatim 2019,” jelas kandidat Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024 ini.

Masih di tempat yang sama, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjelaskan bahwa penundaan spin off Bank Jatim Syariah itu dilakukan untuk memenuhi ketentuan UU No. 21 tahun 2008 Pasal 68 yang menyebutkan bahwa Unit Usaha Syariah itu harus di Spin Off dari induknya jikalau asetnya sudah paling sedikit 50% dari bank induknya atau 15 tahun setelah UU ini berlaku.

Faktanya, kata gubernur perempuan pertama di Jatim, PT Bank Jatim yang menjadi induk Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Jatim saat ini asetnya telah mencapai RP.68,7 triliun. Sedangkan aset UUS Bank Jatim baru mencapai Rp.2,7 triliun atau masih jauh dari ketentuan melaksanaan spin off.

“Kalau 50% dari aset Bank Jatim itu artinya Rp.34,35 triliun. Sedangkan aset UUS Bank Jatim baru Rp.2,7 triliun, jadi dari sisi kelayakan Bank Umum Syariah masih jauh sehingga kita mantapkan dulu persiapan menyongsong spin off sambil merencanakan ulang penyertaan modal paling lambat tahun 2023,” tegas Khofifah.

Ia mengakui keinginan Pemprov Jatim mempercepat spin off Bank Jatim Syariah itu sangat baik dan perlu diapresiasi. Mengingat, potensi riill bagi pengembangan Unit Usaha Syariah di Jatim cukup besar. “Di Jatim terdapat 13.000 perguruan tinggi dan sekolah berbasis Islam, serta 6000 pondok pesantren dengan jumlah santri mencapai 1 juta orang. Itu merupakan potensi dan pangsa pasar yang cukup besar bagi perbankan berbasis syariah,” ungkap Khofifah.

Kendati demikian, perbankan berbasis syariah yang dimiliki Pemprov Jatim belum bisa mengikuti gerak langkah persyaratan pengajuan izin prinsip maupun izin operasional sebagai sebuah perbankan Umum Syariah.

“Makanya dalam persiapan menyongsong 2023, UUS Bank Jatim akan berupaya meningkatkan layanan dan produk berbasis IT seperti; internet banking, mobile banking, virtual account, host to host, aplikasi BPKH (haji) dan aplikasi FLPP (fasilitas liquiditas pembiayaan perumahan),” jelas mantan Mensos RI ini.

Pertimbangan lainnya, beberapa provinsi di Indonesia yang memaksakan spin off unit usaha syariah dari bank konvensional induknya juga tidak maksimal.

“Seluruh penggunaan APBD untuk BUMD jika merugi baik akibat kesalahan manajemen atau lainnya itu bisa masuk pidana,” pungkas ketum PP Muslimat NU ini. (ud)

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry