Muslim Rohingya. (FT/IST)

YANGON | duta.co – Ironis! Sampai sekarang tak ada yang bisa menghentikan kekejaman umat Buddha kepada muslim Rohingya, pemerintah Myanmar, sekali pun. Kabar terbaru Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat untuk mengirimkan misi pencari fakta internasional guna menyelidiki maraknya pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan warga muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Kesepakatan tersebut tertuang dalam resolusi yang diadopsi pada Jumat (24/3) waktu setempat. Resolusi tersebut seperti dilansir kantor berita Reuters, Sabtu (25/3), diajukan oleh Uni Eropa dan didukung 47 negara, termasuk Amerika Serikat.

Dalam resolusi itu diserukan untuk memastikan pertanggungjawaban penuh para pelaku kejahatan terhadap warga muslim Rohingya dan adanya keadilan bagi para korban.

Ironisnya, Duta Besar Myanmar untuk PBB, Htin Lynn menolak keras resolusi tersebut. Dikatakannya, komisi nasional Myanmar telah selesai mewawancarai para korban yang kabur ke Bangladesh dan akan merilis hasil temuannya pada Agustus mendatang.

“Aksi seperti ini tak bisa diterima bagi Myanmar karena tidak sejalan dengan situasi di lapangan dan keadaan nasional kami. Biarkan rakyat Myanmar memilih tindakan terbaik dan paling efektif untuk menangani tantangan-tantangan di Myanmar,” tegasnya.

Apa yang disampaikan Htin Lynn, ini semakin menguatkan dugaan  keterlibatan pemerintah. Ada semacam pembiaran, sehingga muslim Rohingya harus menerima penyiksaan, dari pembunuhan, pemerkosaan dan perampasan harta benda.

Bulan lalu, kantor HAM PBB mengeluarkan laporan yang menyatakan tentara-tentara Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan bergiliran terhadap warga minoritas Rohingya. Tidak hanya itu, sejak Oktober 2016 militer Myanmar juga membakar desa-desa yang dihuni warga Rohingya.

Menurut laporan PBB menyebut, operasi militer Myanmar di Rakhine kemungkinan besar mengarah pada kejahatan kemanusiaan dan pembersihan etnis. Tetapi, fakta ini, lagi-lagi dibantah berulang kali oleh pemerintah Myanmar.

“Membunuh bayi, balita, anak-anak, wanita dan warga lanjut usia; menembaki orang-orang yang melarikan diri; membakar seluruh desa; penahanan massal; kekerasan seks dan pemerkosaan yang sistematis dan besar-besaran; penghancuran makanan dan sumber makanan, itu semua dilakukan secara sengaja,” demikian bunyi laporan PBB merujuk pada praktik kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar.

Laporan PBB itu didasarkan pada keterangan saksi mata yang bersedia diwawancarai penyidik PBB. Salah satu wanita Rohingya menuturkan bagaimana bayinya yang masih berusia 8 tahun dibunuh. Wanita Rohingya lainnya mengaku diperkosa tentara Myanmar dan melihat langsung putrinya yang masih berusia 5 tahun dibunuh, saat berusaha mencegah pemerkosaan itu.

Laporan PBB tersebut dirilis di Jenewa, Swiss setelah para penyidik mengumpulkan testimoni yang didapat sejak bulan lalu. Laporan disusun atas testimoni 220 warga Rohingya yang menjadi korban dan saksi mata, dan berhasil melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh.

Diperkirakan ada sekitar 66 ribu warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh sejak Oktober 2016, saat militer Myanmar melancarkan operasi memberantas para penyerang pos perbatasan mereka. Kantor Kemanusiaan PBB baru-baru ini menyebut ada sekitar 69 ribu warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh.

Adalah tepat, kalau PBB sepakat mengirimkan tim pencari fakta ke Myanmar untuk menyelidiki dugaan kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan terhadap Muslim Rohingya. Tim independen internasional dikirim untuk mengungkap fakta adanya dugaan kekejaman. Lembaga Hak Asasi Manusia PBB memutuskan hal ini dalam sebuah resolusi yang disepakati bersama di Jenewa. Lucunya, beberapa negara tidak ikut menandatangani kesepakatan tersebut, diantaranya China, India, dan Kuba.

Lembaga ini juga menyerukan penghentian kekerasan terhadap Yanghee Lee oleh Komisi Penyelidikan. Lee merupakan pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar. Awal bulan ini, Lee memberikan keterangan pers kepada wartawan. Ia menyatakan para pemimpin negara Eropa akan memberikan lebih banyak waktu kepada pemerintahan sipil Myanmar sebelum meluncurkan penyelidikan tingkat tinggi.

Para aktivis hak asasi manusia menyambut baik keputusan PBB. Mereka menyebut resolusi itu merupakan ‘keputusan penting’ yang telah dibuat oleh 47 anggota forum. Walau demikian, mereka menyayangkan penyelidikan ini tidak dilakukan sepenuhnya oleh komisi penyelidikan internasional. Mereka menyerukan agar pemerintah Myanmar mau bekerja sama.

“Sangat disayangkan jika pemerintah Myanmar tidak menyepakati resolusi ini,” kata direktur eksekutif FORUM-ASIA John Samuel dalam sebuah pernyataan resmi. (hud/dtc/net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry