JAKARTA | duta.co – Satu lagi buku diluncurkan pasca pemerintah mengumumkan hendak membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari bumi Indonesia, karena terindikasi menentang idiologi Pancasila dan mengancam keutuhan NKRI. Soal apakah gerakan HTI merupakan gerakan politik atau ormas, diperjelas dalam buku karangan Sofiuddin berjudul “Gerakan Politik HTI (Mampukah Menjadi Gerakan Dakwah?)” itu.

Sofiuddin menjelaskan bahwa pergerakan HTI sejak puluhan tahun lalu, baik di kampus maupun di masyarakat tidak lagi terbantahkan sebagai gerakan politik yang mempunyai misi tertentu yakni melakukan penyamaran idiologi falsafah dan lambang negara. “Kalau isi materinya memang berisi dakwah, akan tetapi dilihat dari lokomotifnya bermuatan politik,” ujarnya saat membedah bukunya di Kampus UIN Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Menurutnya, HTI merupakan gerakan politik diperkuat juga dengan beberapa statemen dan pernyataan yang disuarakan Jubir HTI (Ismail Yusanto) di kalangan insan pers yang menyatakan bahwa HTI adalah gerakan politik. “Tapi kalau HTI partai politik memang belum memenuhi syarat sebagai partai politik dan terbukti juga di beberapa website-nya HTI adalah gerakan politik dan dakwah,” ungkap Sofiuddin.

Meski demikian, gerakan dakwah HTI hampir mirip dengan gerakan dakwah warga NU, dan setelah ditelusuri ternyata orang-orang HTI dulunya kebanyakan orang-orang NU. Pertanyaannya, mengapa orang NU tergiur masuk HTI?. “Tapi banyak di beberapa tempat dakwah HTI ditolak di masyarakat dan mereka kembali ke dakwah asalnya yaitu NU,” ujarnya.

Untuk itulah, Sofiuddin menawarkan kepada HTI agar kembali kepada khittah dakwah yakni dengan murni membantu masyarakat dan berdakwah ala NU.

“Intinya HTI harus introspeksi diri terhadap apa yang dilakukan selama ini, dan kembali ke jalan yang benar, berdakwah dan atau mengembangkan ekonomi keumatan,” terangnya.

Sementara itu, Wasekjen PBNU KH Abdul Munim DZ menyatakan bahwa NU sudah siap meladeni dan menerima dampak dari pembubaran HTI, karena dari awal NU yang meminta pemerintah untuk membubarkan HTI. “Karena jelas-jelas HTI mengancam Pancasila dan NKRI. Wong NU yang mendirikan NKRI, kok ada yang ganggu ya NU maju duluan,” ujarnya.

Sekjen GP Ansor Adung Abdul Rahman dalam kesempatan itu menegaskan kembali dukungannya kepada pemerintah untuk membubarkan HTI. “Kalau membaca buku ini, semua ditolak HTI: Pancasila, kebhinekaan, dan NKRI, karena tidak sesuai Islam kaffah menurut mereka,” ujarnya.

Indonesia didirikan oleh para pejuang dengan mengorbankan harta dan nyawa. “Termasuk nyawa para senior kami di GP Ansor,” tegasnya. Karena itu tidak boleh ada yang merongrong Indonesia.

Ia juga menyesalkan perilaku HTI yang seringkali memanipulasi dukungan para tokoh dan warga NU. Sikap mereka juga seringkali ambigu. “Mereka anti Pancasila dan NKRI tapi banyak anggota mereka yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Mereka menghidupi keluarga mereka dari anggaran negara,” ujarnya.

Buku “Gerakan politik HTI” dibedah dengan menghadirkan narasumber diantaranya, KH Abdul Munim DZ (Wasekjen PBNU), Adung Abdurrahman (Sekjen GP Ansor), KH Hilmi Assidqi (Pengurus PP Al Hikam) dan Khoirul Anam (moderator). *hud.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry