LIBURAN DIPAKAI KONSOLIDASI – Sejumlah mahasiswa mulai menggalang kekuatan. Mereka sudah menjalin komunikasi antarkampus. Kenaikan harga barang plus kebijakan ‘pro asing’ pemerintah menjadi titik ‘tembak’ mereka. (Duta.co/DOK)
LIBURAN DIPAKAI KONSOLIDASI – Sejumlah mahasiswa mulai menggalang kekuatan. Mereka sudah menjalin komunikasi antarkampus. Kenaikan harga barang plus kebijakan ‘pro asing’ pemerintah menjadi titik ‘tembak’ mereka. (Duta.co/DOK)

JAKARTA | duta.co – Badan Eksekutif Mahasiswa di luar Pulau Jawa sudah ‘berangkat’ lebih dulu. Kini sejumlah kampus di Jawa diam-diam merancang gerakan turun jalan. Sejumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI) dikabarkan tengah merapatkan barisan.

Mereka juga menolak tegas kenaikan tarif listrik dan kenaikan biaya STNK dan BPKB. Menurut mereka, keputusan pemerintah mencabut subsidi listrik 900 VA dan menaikkan biaya STNK dan BPKB jelas-jelas hanya membebani masyarakat. Di samping itu, isu ‘asingisasi’ proyek dalam negeri akan menjadi ’amunisi’ mahasiswa.

“Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh IPB menyatakan menolak dengan sangat tegas pencabutan subsidi listrik untuk rumah tangga golongan 900 VA yang berakibat besarnya tarif listrik yang harus dibayar oleh masyarakat,” ujar Panji Laksono, Presiden Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB, Senin (9/1/2017).

Sikap mahasiswa IPB itu diungkapkan Panji Laksono melalui pesan tertulis. Menurut dia, sikap tersebut merupakan hasil kesepakatan Keluarga Mahasiswa seluruh Faklutas yang ada di IPB. Selain itu juga hasil koordinasi dan komunikasi dengan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di berbagai daerah.

“Sikap tersebut merupakan kesepakatan seluruh Keluarga Mahasiswa di IPB. Kami juga telah melakukan koordinasi dengan teman-teman mahasiswa di daerah guna melakukan aksi penolakan kebijakan pemerintah tersebut,” papar Panji Laksono yang juga mahasiswa Biologi IPB ini.

Berikut sikap lengkap Mahasiswa IPB seperti disampaikan oleh Panji Laksono.

Setiap dari kebijakan yang akan merasakan langsung adalah rakyat. Awal tahun 2017 ini kita digemparkan dengan berbagai kebijakan yang runcing kebawah dan menyensarakan rakyat. Beberapa hari ini kita dikabarkan bahwa pemerintah telah mencabut subsidi listrik untuk rumah tangga golongan 900 VA, sehingga berakibat naiknya tagihan yang sangat signifikan yang dibebankan sepenuhnya pada rakyat dengan dalih bahwa subsidi itu tidak tepat sasaran.

Di samping itu, pemerintah juga mengeluarkan PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan perubahan dari PP Nomor 50 Tahun 2010.

Berangkat dari hal tersebut, maka Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh IPB menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak dengan sangat tegas pencabutan subsidi listrik untuk rumah tangga golongan 900 VA yang berakibat besarnya tarif listrik yang harus dibayar oleh masyarakat.
  1. Menolak keras kenaikan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia karena jelas-jelas rakyat dibebankan. Serta mendesak Jokowi-JK untuk mencabut PP Nomor 60 Tahun 2016 yang menyengsarakan rakyat.

Nurani mahasiswa tidak akan pernah pudar tak kala melihat rakyat sengasara dan terus ditindas. Perjuangan mahasiswa akan terus menyala, maka jangan coba-coba menyulut api kemarahan. Hidup untuk berjuang atau mati meninggalkan luka

Hidup Mahasiswa!

Hidup Rakyat Indonesia!

Gerakan mahasiswa ini tampaknya sambung-menyambung dengan keinginan wakil rakyat. Bedanya wakil rakyat lebih suka ‘menggoreng’ isu ‘asingisasi’ ketimbang harga barang.

Wakil ketua Komisi VI DPR RI Mochamad Hekal menegaskan, pihaknya menentang keras keinginan presiden Jokowi yang menginginkan tenaga ahli asing (bule) jadi direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Kalau sebagai direksi saya tidak setuju. Emang enggak ada anak bangsa yang berprestasi. Kalau sebagai advisor temporer boleh untuk menambah wawasan dan lain-lain. Tapi sebatas itu saja,” tandas ketua DPP Gerindra ini saat dihubungi di Jakarta, Senin (09/01/2017).

Selain itu, lanjut dia, penempatan tenaga ahli asing di BUMN juga sedikit banyak akan mempengaruhi ritme kerja yang sudah ada. Direksi dan karyawan juga perlu penyesuaian kultur dan lain-lain, nanti malah buang-buang waktu,” ujar Hekal.

Tak hanya itu, kata dia, keinginan Jokowi tersebut meskipun tidak bertentangan dengan semangat Undang-Undang BUMN, namun pada dasarnya sesuai amanat UUD 45 khususnya pasal 33 menekankan pentingnya BUMN memiliki semangat untuk kepentingan bangsa untuk jangka panjang bukan kepentingan asing.

“Memang tidak diatur, tapi semangat kita BUMN itu kan untuk membangun Indonesia untuk rakyat. Apa semangat bule seperti itu? Ini bukan tim sepak bola. kita pakai pemain asing hanya sesaat dan dampaknya terbatas,” tegasnya.

Menurutnya, keinginan Jokowi tersebut juga bisa dikatakan secara tidak langsung telah merendahkan kemampuan dan kapasitas anak bangsa.

“Melecehkan dan menyakiti. Yang pasti bukan dengan cara minta orang asing duduki BUMN. Entar sekalian saja menteri atau presiden sekalipun kita kontrak orang bule,” sindirnya. (em)