JAKARTA | duta.co  – Nasib transportasi online mengambang lagi. Hal ini karena Mahkamah Agung (MA) mencabut Peraturan Menteri Perhubungan tentang Transportasi Online. Menurut MA, peraturan itu dibuat tidak demokratis yang tidak melibatkan banyak pihak.

“Bahwa penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi, sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan,” demikian pertimbangan majelis yang terdiri dari Supandi, Is Sudaryono, dan Hary Djatmiko sebagaimana dikutip dari website MA, Selasa (22/8/2017).

Berikut daftar pasal yang dicabut MA:

1. Pasal 5 ayat (1) huruf e dan Pasal 19 ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf e.
Mengatur tarif angkutan berdasarkan agrometer atau tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi.

“bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus,” ujar MA.

2. Pasal 20.
Mengatur kualifikasi kawasan perkotaan dan wilayah operasi transportasi online.

4. Pasal 21.
Mengatur batasan perkiraan kebutuhan armada transportasi online di suatu wilayah.

5. Pasal 27 huruf a.

Mengatur minimal sebuah badan hukum minimal memiliki 5 kendaraan atas nama badan hukum dan mengatur pula uji berkala kendaraan bermotor.

6. Pasal 30 huruf b.
Mengatur STNK kendaraan sesuai domisili cabang.

7. Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3.
Mengatur tentang Uji KIR

8.Pasal 43 ayat (3) huruf b angka 1 sub huruf b.
Mengatur soal kartu pengawasan asli kendaraan yang diganti

10. Pasal 51 ayat (3), huruf c.
Mengatur tentang layanan akses aplikasi kepada perorangan sebagai penyedia jasa angkutan.

11. Pasal 66 ayat (4)
Mengatur tentang proses peralihan dari perorangan menjadi badan hukum.

Pasal-pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek itu dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

MA mencabut 14 pasal dalam Permenhub tersebut. Putusan itu diketok oleh hakim agung Supandi, hakim agung Is Sudaryono, dan hakim agung Hary Djatmiko. Berikut 4 pertimbangan majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Selasa (22/8/2017):

1. Angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.

2.  Fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

3. Penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan.

4. Dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, Mahkamah Agung menilai objek permohonan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, sebagai berikut:

a. bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

b. bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus.

“Menyatakan pasal:

1. Pasal 5 ayat (1) huruf e.
2. Pasal 19 ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf e.
3. Pasal 20.
4. Pasal 21.
5. Pasal 27 huruf a.
6. Pasal 30 huruf b.
7. Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3.
8. Pasal 36 ayat (4) (10) huruf a angka 3.
9.Pasal 43 ayat (3) huruf b angka 1 sub huruf b.
10. Pasal 44 ayat (10) huruf a angka 2 dan ayat (11) huruf a angka 2.
11. Pasal 51 ayat (3), huruf c.
12. Pasal 37 ayat (4) huruf c.
13. Pasal 38 ayat (9) huruf a angka 2
14. Pasal 66 ayat (4)

dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” putus majelis dalam sidang yang tidak dihadiri para pihak itu. (det,wis)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry