JAKARTA | duta.co – Tahun politik, semua serba politik. Bahkan urusan masjid bisa terseret ke politik. Hari ini, Minggu (25/2/2018) dunia medsos masih diramaikan oleh beredarnya foto berisi peraturan yang diperuntukkan bagi para penceramah di sebuah masjid di Bekasi, Jawa Barat.

Aturan yang diberlakukan oleh pengurus Masjid Baabut Taubah Kemang Pratama, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Bekasi itu diunggah oleh pengguna akun Twitter @masmerdi sejak Senin, 29 Januari 2018. “Mari menjaga kehormatan dan keagungan Islam,” cuit akun @masmerdi.

Pada foto tersebut tertulis bahwa para penceramah diimbau tidak menyampaikan materi ceramah yang mendiskreditkan kelompok yang berbeda pemahaman maupun umat agama lain. Para khatib juga diminta tidak menjelek-jelekkan pemerintah, kecuali yang sifatnya mengkritik. Poin berikutnya yang menjadi imbauan ialah penceramah diminta tidak menyampaikan hal-hal bersifat porno maupun lelucon.

Imbauan berisi aturan bagi para khatib ini menuai apresiasi dari warganet. Mereka kebanyakan mendukung dan berharap masjid lainnya mau meniru membuat peraturan semacam itu. “Semoga semua masjid bisa seperti ini, Amiin,” cuit @fairylup.

Menghargai keberagaman,” cuit @komarudin_ans. “Semoga berlaku di tempat ibadah lainnya juga ya,” cuit @doroii.

Tak kalah ramai, aturan Kementerian Agama dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978 juga keluar lagi. Ini menyusul salah satu isu yang sedang hangat di dunia maya adalah soal perkara peniadaan pengeras suara saat adzan dan pengajian di Masjid. Padahal, usulan peniadaan pengeras suara itu bisa jadi hoax.

Adalah politisi PDIP, Eva K. Sundari yang (katanya) menyarankan untuk melakukan tindakan itu. Dikabarkan bahwa politisi PDIP itu menilai bahwa suara pengajian yang menyebarkan sentimen SARA tak perlu dikeluarkan ke pengeras suara. Itu agar tidak menimbulkan gesekan di masyarakat.

Informasi tersebut dikabarkan oleh situs abal-abal, temp0-inf0.blogspot.co.id. Mereka menulis berita dengan judul yang provokatif, yaitu “Demi Kenyamanan dan Toleransi, PDIP Menyetujui Suara Adzan Ditiadakan di Seluruh Nusantara”. Dapat dipastikan bahwa informasi di atas adalah hoax.

Walhasil apa yang pernah disampaikan Jusuf Kalla selaku ketua Dewan Masjid Indonesia pun ramai kembali. Adzan dan pengajian memang berbeda. Namun kadang keduanya menggunakan pengeras suara. Ketua DMI itu berpendapat bahwa soal adzan tidak bisa diganggu, namun waktunya perlu diatur, cukup 10 menit sebelum waktu shalat. Sementara untuk pengajian, JK meminta agar suaranya jangan diambil dari kaset, tapi orang yang mengaji langsung.

Terkait aturan khusus soal pengeras suara di masjid, sebenarnya sudah diatur oleh Kementerian Agama dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978. Di sana diatur mengenai apa saja yang bisa dilakukan lewat pengeras suara dan mana yang dianjurkan tidak dikeraskan suaranya.

Untuk adzan shalat, shalat Jumat, dan shalat Hari Raya dibolehkan menggunakan speaker keluar dengan keras. Namun untuk pengajian sebaiknya tidak menggunakan speaker keluar yang keras suaranya. Aturan mencakup saat pelaksanaan Adzan, Tilawah Al-Qur’an menjelang Sholat, pengajian dan Upacara Hari Besar Islam.

Berikut ini Aturan Lengkapnya

ATURAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA;

  • Pengeras suara luar digunakan untuk Adzan sebagai penanda waktu shalat.
  • Pengeras suara dalam digunakan untuk do’a dengan syarat tidak meninggikan suara.
  • Mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara

WAKTU SHOLAT SHUBUH:

  • Sebelum subuh boleh menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya.
  • Pembacaan Al-Qur’an hanya menggunakan pengeras suara keluar.
  • Adzan waktu Subuh menggunakan pengeras suara ke luar.
  • Shalat subuh, kuliah subuh, dsb menggunakan pengeras suara ke dalam saja.

WAKTU SHOLAT ASHAR, MAGHRIB & ISYA :

  • 5 Menit sebelum adzan dianjurkan membaca Al-Qu’an.
  • Adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.
  • Sesudah Adzan, hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.

WAKTU SHOLAT DZUHUR DAN JUMAT :

  • 5 menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu jum’at diisi dengan bacaan Al-Qur’an yang ditujukan ke luar, demikian juga suara adzan.
  • Shalat, do’a, pengumuman, khutbah, menggunakan pengeras suara ke dalam

WAKTU TAKBIR, TARHIM DAN RAMADHAN :

  • Takbir Idul Fitri/Idul Adha dengan pengeras suara ke luar.
  • Tarhim do’a dengan pengeras suara ke dalam dan tarhim dzikir tak menggunakan pengeras suara.
  • Saat Ramadhan siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam.

WAKTU UPARACA HARI BESAR ISLAM DAN PENGAJIAN :

  • Pengajian dan Tabligh hanya menggunakan pengeras suara ke dalam, kecuali pengunjungnya meluber ke luar.

DASAR HUKUM :

Intruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla (Instruksi Dirjen Bimas 101/1978). Jelas? Waallahu’alam. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry