SURABAYA|duta.co – Kenyataan yang sangat mengejutkan. Dokter Spesialis Konsultan Penyakit Tropis dan Infeksi yang juga sebagai Kepala Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi, Departemen Penyakit Dalam, RSUD  dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. dr. Usman Hadi, PhD., Sp.PD-KPTI, menjelaskan, “Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang dan beriklim tropis seperti di Indonesia. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri.”

Prof. dr. Usman Hadi, PhD  mengatakan antibiotik telah memiliki peran penting pada dunia kedokteran, karena telah menyembuhkan banyak kasus infeksi, namun intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik.

“Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi,” jelasnya.

Bakteri resisten terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.

Lebih lanjut Prof. Dr. dr. Usman Hadi, MD., PhD., Sp.PD-KPTI menjelaskan, “Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik diberbagai rumah sakit di Indonesia ditemukan 30% – 80% tidak didasarkan pada indikasi dan dan berdasarkan data penelitian WHO dan KPRA/PPRA tahun 2013 di 6 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia diidentifikasi bakteri penghasil ESBL (Extended-Spectrum Beta-Lactamase) 40-50% resisten terhadap golongan Cephalosporin generasi 3 dan 4.”

Memang pada awalnya resistensi terjadi ditingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. “Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik harus di bawah pengawasan dokter dan mengikuti anjuran yang tepat karena pengobatan dengan obat antibiotik harus sesuai kondisi resistensi antimikroba masing-masing pasien. Untuk itu, pemberian dosis yang tepat dan perlunya kepatuhan penggunaan antibiotik pada terapi pengobatan penyakit infeksi, merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan agar proses penyembuhan penyakit ini tidak menyebabkan resistensi,” tambah Prof.  dr. Usman Hadi, PhD., Sp.PD-KPTI.

Masalah resistensi antimikroba ini merupakan masalah yang kompleks dan harus diselesaikan bersama, karena bersifat multi dimensi dan multi faktor serta melibatkan banyak stakeholders. Dimana yang menjadi tantangan dalam penanggulangan resistensi antimikroba menjadi tidak mudah karena persoalan ini bukan saja melibatkan pasien atau dokter, tetapi juga melibatkan industri farmasi, industri rumah sakit, kepentingan bisnis dan kesadaran masyarakat. (imm)

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry